‘Tembok Besar’ Akan Dibangun Baru Oleh Xi Jinping
Presiden China Xi Jinping berjanji untuk meningkatkan keamanan nasional dengan membangun militer menjadi ‘tembok baja besar’ China. Hal tersebut disampaikannya dalam pidato pertama saat memasuki masa jabatan ketiganya sebagai presiden.
Berbicara pada penutupan pertemuan tahunan parlemen China, Xi menggarisbawahi perlunya memodernisasi pertahanan nasional dan militer secara komprehensif. Menurutnya, hal ini penting bagi penguatan kedaulatan nasional.
“(Kita harus) membangun Tentara Pembebasan Rakyat menjadi tembok besar baja yang secara efektif menjaga kedaulatan nasional, keamanan, dan kepentingan pembangunan,” kata Xi kepada hampir 3.000 delegasi Kongres Rakyat Nasional (NPC), dikutip CNN International, Selasa (14/3/2023).
Xi juga menegaskan bahwa China harus melalui ‘peremajaan’ besar, dan hal itu dapat terwujud dengan adanya penyatuan Taiwan sebagai bagian dari Negeri Tirai Bambu. “Kita harus… secara aktif mempromosikan pembangunan damai hubungan lintas-selat, dengan tegas menentang campur tangan kekuatan eksternal dan kegiatan separatis Taiwan, dan dengan tegas memajukan proses reunifikasi nasional,” tambahnya.
“Keamanan adalah pondasi untuk pembangunan, stabilitas adalah prasyarat untuk kemakmuran.” Partai Komunis China mengeklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun tidak pernah mengendalikannya. Mereka juga menolak untuk mengesampingkan penggunaan kekuatan demi merebut pulau itu. Di bawah Xi, Beijing telah meningkatkan tekanan ekonomi, diplomatik, dan militer terhadap demokrasi pulau itu. Serangan Rusia ke Ukraina, yang tidak dikutuk Beijing, juga meningkatkan kekhawatiran Xi akan melakukan hal serupa di tahun-tahun mendatang.
Sebagian analisis menyebut perebutan Taiwan oleh China diprediksi dapat dilakukan dengan kemampuan persenjataan. Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo Cheng pada 2021 lalu bahkan mengatakan China mungkin akan menyerbu pulau itu pada 2025 mendatang. Apalagi, diketahui anggaran militer tahunan China akan meningkat sebesar 7,2% tahun ini menjadi sekitar 1,55 triliun yuan (Rp 3.445 triliun) di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan perlombaan senjata regional.