Presiden Israel Sebut Ancaman Akan Perang Saudara
Keadaan politik di Israel terus memanas. Presiden Negara Yahudi itu, Isaac Herzog, bahkan menyebut saat ini negaranya sedang dalam ancaman perang saudara. Panasnya kondisi ini dikarenakan reformasi peradilan yang diusulkan parlemen Israel, Knesset, dengan berencana untuk menciptakan undang-undang yang akan sangat mengubah cara sistem peradilan negara itu beroperasi. Kritikus pemerintah mengatakan peraturan itu dapat membahayakan demokrasi.
Undang-undang tersebut akan mengubah sistem peradilan Israel dengan memberikan kendali penuh kepada pemerintah atas penunjukan yudisial. Itu juga akan melemahkan Mahkamah Agung negara hingga pada titik efektif mengakhiri perannya sebagai pengawas kekuasaan eksekutif dan legislatif. Usulan ini pun telah mendapatkan pertentangan luas dari warga Israel. Demonstrasi besar-besaran pun pecah, dengan para pilot militer juga mengancam untuk tidak hadir untuk bertugas dan telah memulai petisi untuk memprotes perubahan tersebut.
Menurut Herzog, situasi ini telah menjadi ancaman besar bagi Israel. Ia menyebut kondisi ini telah merusak ekonomi, keamanan, ikatan politik Israel, dan terutama kohesi yang terjalin di negara itu. Bahkan, tiga lembaga pemeringkat ekonomi yakni S&P Global, Moody’s, dan Fitch mengatakan bahwa akan ada dampak yang besar bila undang-undang reformasi peradilan itu disahkan.
“Mereka yang berpikir bahwa perang saudara yang nyata, dengan nyawa yang hilang, adalah garis yang tidak akan kita lewati, tidak tahu. Tepatnya sekarang, 75 tahun setelah keberadaan Israel, jurang maut ada di ujung jari kita,” kata Herzog dalam pidato yang dinamakan Petunjuk Rakyat sebagaimana dikutip The Jerusalem Post, Kamis (15/3/2023).
Presiden mengatakan bahwa yang diinginkan sebagian besar warga Israel adalah ‘keadilan’ dan ‘perdamaian’, mengeklaim bahwa arahannya jelas yakni memberikan keduanya pada masyarakat. Arahan tersebut dapat menggantikan undang-undang saat ini dan dapat berfungsi sebagai dasar untuk proses legislatif baru.
“Saya orang beriman, tapi saya tidak naif. Saya tahu bahwa begitu saya menyelesaikan kata-kata saya, dan mungkin bahkan sebelum itu, lawan akan muncul dari semua sisi. Saya juga tahu bahwa akan ada yang mengelak dari tanggung jawab, dan akan ada yang sudah setuju dan tiba-tiba menyangkal bahwa mereka melakukannya, atau menarik kembali persetujuannya,” tambahnya.
Pernyataan Herzog ini pun langsung mendapatkan reaksi dari partai penguasa yang juga motor politik Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, Likud. Mereka justru menuduh pihak oposisi yang tidak ingin bekerja sama dan bernegosiasi terkait draft usulan undang-undang itu.
“Garis besar yang disampaikan oleh presiden memang membahas isu-isu reformasi, tetapi sayangnya itu mencakup klausul-klausul kunci yang hanya melanggengkan situasi yang ada dan tidak menciptakan keseimbangan minimum yang diperlukan antara cabang-cabang pemerintah,” ungkap Menteri Pendidikan Yoav Kisch dalam sebuah pernyataan atas nama partai.
Banyak menteri kemudian meluncurkan serangkaian pernyataan yang kemungkinan besar didikte oleh partai, dengan argumen utama bahwa arahan tersebut bukan merupakan perubahan nyata. Menurut sejumlah laporan, negosiasi antara perwakilan presiden dan koalisi terhenti setelah Menteri Kehakiman Yariv Levin, Ketua Partai Shas Arye Deri, serta Ketua Komite Hukum, Keadilan, dan Konstitusi Knesset, Simcha Rothman menolak untuk membuat konsesi tertentu yang disediakan oleh Netanyahu.
Meski begitu, pihak oposisi menyambut baik pidato Herzog ini. Pemimpin oposisi Yair Lapid menanggapi bahwa pidato presiden itu sangatlah penting untuk memperbaiki Israel yang sedang ‘tercabik-cabik’.
“Kita harus mendekati proposal presiden untuk menghormati posisi, keseriusan penulisannya, dan nilai-nilai yang mendasarinya,” katanya. “Tanggapan koalisi terhadap proposal tersebut tidak menghormati institusi kepresidenan, menunjukkan penghinaan total terhadap pentingnya momen yang ada, dan menghapus gagasan bahwa kita adalah satu bangsa,” tuduh Lapid.