Peran Dokter Akan Digeser Oleh AI Google Yang Bisa Deteksi Kanker
Melalui acara tahunan kesehatan The Check Up, Google mengumumkan kemitraannya terkait penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk membaca ultrasound, model bahasa bisnis, dan perawatan kanker. Google menganggap bahwa teknologi AI sangat penting untuk membaca perangkat ultrasound dalam pengobatan kanker khususnya untuk wilayah yang tidak memiliki tenaga ahli atau dokter spesialis yang terlatih.
Meskipun sebelumnya sensor lebih mudah digunakan untuk mendeteksi namun tetap membutuhkan ahli untuk melakukan pengujian dan menginterpretasikan gambar sebagaimana dilansir Bengkelsastra dari Engadget. Moel AI yang akan dibuat Google ini diharapkan dapat membantu untuk menyederhanakan proses tersebut dengan mengidentifikasi data seperti deteksi dini kanker payudara dan usia kehamilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Google menjalin kerja sama dengan Jacaranda Health, organisasi nirlaba dari Kenya untuk meneliti perawatan ultrasound berbasis AI pada ibu dan bayi di rumah sakit pemerintah.
“Melalui kemitraan ini, kami akan melakukan penelitian eksplorasi untuk memahami pendekatan saat ini untuk pengiriman ultrasound di Kenya dan mengeksplorasi bagaimana alat AI dapat mendukung ultrasound di tempat perawatan untuk wanita hamil,” kata Google’s Health AI head Greg Corrado and Engineering VP Yossi Matias.
Google juga bekerja sama dengan Chang Gung Memorial Hospital di Taiwan untuk meneliti bagaimana AI dapat mendeteksi kanker payudara melalui ultrasound sebagai alternatif dari mammogram. Mamogram sendiri dinilai kurang efektif untuk mendeteksi kanker. Google mengklaim bahwa model bahasa besar pada bidang medis Med-PaLM 2, LLM telah meningkat secara signifikan. Mereka mendapatkan skor 85%, meningkat 18% dari skor versi sebelumnya pada pernyataan ujian medis tingkat dokter.
Namun Google menegaskan teknologi yang mirip dengan ChatGPT ini tidak akan menggantikan peran dokter dalam waktu dekat. Google memperingatkan bahwa teknologinya masih belum siap untuk pengaturan kerja dunia nyata. Misalnya, evaluasi terhadap kriteria seperti faktualitas ilmiah, presisi, konsensus medis, penalaran, dan lainnya. Nantinya mereka akan bekerja sama dengan para peneliti dan komunitas medis global untuk menutupi kekurangan tersebut.
Selain itu, Google juga bermitra dengan Mayo Clinic untuk mengeksplorasi peran AI dalam merencanakan radioterapi untuk pengobatan kanker. Penelitian ini berfokus pada pengurangan langkah-langkah yang memakan waktu lama dari proses radioterapi. Google mengatakan bahwa mereka akan segera menerbitkan penelitian dari studi tiga tahun sambil meresmikan perjanjian dengan Mayo Clinic untuk mengeksplorasi lebih banyak penelitian berbasis radioterapi, model AI, dan penggunaan komersial.
Google juga melihat peluang bahwa AI juga dapat membantu skrining rontgen dada untuk tuberculosis (TBC). Demikian Google bermitra dengan organisasi berbasis AI untuk membuat skrining TBC bertenaga AI secara luas di Afrika Sub-Sahara. Kerja sama ini berkomitmen untuk mendonasikan 100 ribu pemeriksaan gratis untuk membantu mendeteksi tuberkulosis dini dan menyediakan pengobatan dini untuk mengurangi penyebarannya.