Panji Gumilang Lolos Usai Sejumlah Dedengkot Al-zaytun Ditahan Dan Dijatuhi Hukuman Keras!
BENGKELSASTRA – Pengurus Pondok Pesantren Bpk. Najih Arromadloni dengan gamblang menyatakan bahwa Pesantren Al-Zaytun yang dikelola Panji Gumilang adalah kedok Negara Islam Indonesia (NII). Dikatakannya, dari segi sejarah, Al-Zaytun merupakan perpanjangan tangan dari NII.
“Padahal kalau kita lihat sejarahnya, Al-Zaytun adalah perkawinan antara NII dengan ajaran Isa Bugis,” kata Najih Arromadloni dalam wawancara dilansir Populis.id, Kamis (29/6/2023). Najih Arromadloni menyebut Isa Bugis sendiri dihabisi, ditangkap dan dihukum berat karena dianggap merusak NKRI.
Setelah penangkapannya, ajaran dan doktrin pemberontakan di Indonesia dilanjutkan melalui muridnya bernama Musadeq yang mendirikan Al-Qiyadah dan sebagai penggantinya muncul Gafatar (salah satu Fajar Nusantara). Ketika penyebaran kelompok tersebut berhasil, muncullah pesantren Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang yang merupakan bagian dari Isa Bugis dan Musadeq.
Najih mengaku heran semua pimpinan sebelumnya ditangkap, namun Panji Gumilang seolah tak terpengaruh hukum. Dia berkata: “Makanya saya heran, kenapa Isa Bugis dituduh dan Musadeq juga dituduh, tapi Panji Gumilang masih mengakar, ini soal yang harus kita khawatirkan.”
Ditjen Pusat Penanggulangan Terorisme MUI juga menjelaskan, hal itu terjadi hampir 30 tahun lalu, merujuk pada pertama kali berdirinya Pesantren Al-Zaytun, antara tahun 1996 hingga 1998. Ia menilai persoalan itu dibiarkan terus berlanjut karena ketidakmampuan pihak pemerintah.
“Karena kejatuhan yang bisa berjatuhan (korban) di masyarakat, tentu banyak orang yang disesatkan dengan ajaran seperti ini. Di sisi lain, kalau kita lihat sekarang, Al-Zaytun sudah tidak bingung lagi, kebenarannya sudah jelas, bahkan Panji menyebarkan ajarannya di depan umum,” ujarnya.
90% Santri Al-Zaytun adalah NII
Najih Arromadloni mencontohkan, 90% santri di Pondok Pesantren Al-Zaytun adalah anggota Negara Islam Indonesia (NII). Menurutnya, belakangan ini jumlah anak NII semakin meningkat di sekolah pesantren yang dikelola Panji Gumilang, menurutnya situasi ini sangat berbahaya karena sewaktu-waktu dapat menghancurkan negara kesatuan. .
“Mungkin di masa lalu, situasinya bisa 50% sampai 50% dari sebelumnya. NII 50%, non-NII 50%, sekarang bisa 90%, santri Al-Zaytun 90%. Ini keluarga NII, anak TNI umumnya ada sedikit,” ujarnya.
Lanjut Najih Arromadloni, untuk menyembunyikan aktivitasnya, Panji Gumilang mempertemukan mahasiswa NII dan non-NII. Mereka diklasifikasikan, bahkan mahasiswa non-NII tidak ditawari beberapa mata kuliah.
“Jadi, tentu Panji Gumilang membuat sistem seperti itu, ada segudang yang mungkin diketahui masyarakat, yang mungkin tidak diketahui. Ketika ada mahasiswa dari mahasiswa yang bukan orang tua yang bukan NII, ingin mendukung dukungan.
NII, Panji gumilang menolak,” jelasnya. Najih Arromadloni melanjutkan, di mana dia mengalami kekacauan pada tahun 1962 ketika dia bersikeras untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
NII ternyata tidak ada habisnya, katanya masih ada sampai sekarang. Ia bahkan mengatakan dengan gamblang bahwa Al-Zaytun adalah anggota NII yang terlihat di sekolah tersebut.
“Orang-orang melihat bendera merah putih menyanyikan Indonesia Raya, meskipun baitnya berbeda, lalu ada pendeta yang ikut sembahyang, itu benar-benar bagian dari cadar. Al-Zaytun sendiri sebenarnya penjelmaan baru atau rebranding atau restrukturisasi NII, bukan,” ujarnya.