Analisis Terhadap Persepsi Islamofobia dalam Industri Film Hollywood dan Bollywood
bengkelsastra.com – Industri hiburan seringkali berperan ganda sebagai penyedia hiburan serta medium pengaruh terhadap isu-isu sosial dan politik, termasuk Islamofobia. Fokus khusus diberikan pada bagaimana Islamofobia telah terintegrasi dalam naratif industri film sejak era keemasan Hollywood pada tahun 1920-an, mengalami peningkatan pasca-serangan 9/11 dengan asosiasi umat Islam dengan terorisme dan ekstremisme.
Ekspansi Islamofobia ke Bollywood:
Islamofobia tidak terbatas pada Hollywood; fenomena ini juga merambah ke Bollywood, industri film utama lainnya di Asia. Film-film seperti Pathaan dan Mission Majnu misalnya, telah memicu perdebatan intensif karena mengikuti narasi stereotipik yang serupa. Di India, yang memiliki populasi Muslim lebih dari 200 juta, masih terdapat kecenderungan di kalangan sineas untuk mempertahankan stereotip negatif ini.
Representasi Wanita Muslim dan Stereotipe dalam Film India:
Film-film seperti Kabul Express (2006), New York (2009), dan Baby (2015) sering kali menggambarkan wanita Muslim sebagai korban pernikahan paksa, tanpa memberikan gambaran agensi atau pilihan individu. Sementara itu, film-film seperti Article 15 (2019) dan Panga (2020) menampilkan umat Islam dalam cahaya yang menunjukkan intoleransi terhadap keberagaman.
Kritik Akademis Terhadap Representasi Muslim:
Dalam penelitian bertajuk “Imagining Indian Muslims: Looking Through The Lens of Bollywood,” Maidul Islam mengkritik bahwa banyak sineas Bollywood gagal menggambarkan karakter Muslim secara multidimensional. Hanya sejumlah kecil film yang berusaha menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari umat Muslim di India, termasuk masalah seperti kemiskinan, marginalisasi, pengangguran, dan buta huruf.
Islamofobia dalam Film Kontemporer:
Contoh terbaru dari film-film yang menampilkan Islamofobia terdapat dalam karya-karya seperti Pathaan dan Mission Majnu, yang menggambarkan agen Pakistan beragama Islam sebagai antagonis yang bermotivasi terorisme. Hal ini menegaskan bahwa masih ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi narasi Islamofobia yang berkelanjutan dalam film.
Respons Industri terhadap Stereotipe:
Rami Malek, seorang aktor pemenang Oscar, telah menunjukkan inisiatif dalam mengubah narasi stereotip dengan menyatakan keengganannya memainkan peran yang menggambarkan orang Arab sebagai sosok jahat. Inisiatif Malek menyoroti pentingnya komitmen dalam industri film untuk menghormati keragaman budaya dan agama.
Kesimpulannya, meskipun beberapa pembuat film telah berusaha untuk mempromosikan pesan tentang sekularisme dan harmoni komunal, masih terdapat kebutuhan mendalam untuk melawan stereotip negatif yang sering kali terkait dengan representasi umat Islam dalam film. Ini menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dan etis dalam pembuatan film.