Kekecewaan Keluarga Korban Palangka Raya Atas Hukuman Ringan Polisi Atas Kekerasan Seksual
bengkelsastra.com – Keluarga korban kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya yang memvonis polisi pelaku pelecehan seksual terhadap anak tersebut hanya dua bulan penjara. Hukuman tersebut dinilai tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan pelaku sehingga menimbulkan trauma dan penderitaan jangka panjang bagi para korban.
Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin Erni Kusumawati memutuskan Mahmud bin Hadi Mulyant, anggota polisi berpangkat Pembantu Komisaris (AKP), bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur M dan D. Ia divonis dua bulan penjara dan denda Rp 5 juta. tindakannya.
ESR, bibi kandung M, mengungkapkan, keputusan hakim turut menimbulkan luka dan trauma bagi keluarga. Ia pun menantang hakim yang memutuskan untuk meninjau kembali kasus tersebut.
Kenapa terkesan ada permainan? Kenapa Pak Mahmud hanya divonis dua bulan, padahal diminta tujuh tahun, kata ESR di Palangka Raya, Senin (14/08/2023).
Menurut ESR, Mahmud seharusnya menerima hukuman yang lebih berat dari yang diminta jaksa. Sebab menurutnya, hal itu dilakukan aparat kepolisian. Apalagi, Polda Kalteng yang seharusnya aman justru melakukan tindak pidana tersebut.
ESR juga mendesak Polda Kalimantan Tengah melakukan sidang etik terhadap Mahmud. Menurut dia, pelaku sudah berkali-kali berhadapan dengan hukum dan jika tidak ditindak maka akan berdampak pada citra NS.
Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah Kombes Pol Erlan Munaji menjelaskan, polisi saat ini tidak melakukan proses etik. Pertama, perlu menunggu putusan pidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Kita harus menunggu keputusan niat untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan etis,” kata Erlan.
Bersama suaminya, ESR mengatakan korban dan ibunya trauma dengan kejadian tersebut. Apalagi dengan korbannya, M kini cenderung menyendiri dan suka menyendiri serta menghindari bertemu orang. “Ketika mereka bertanya kepadanya apa yang terjadi, yang bisa dia lakukan hanyalah menangis,” katanya.
Korban M, tetap ESR, yatim piatu. Ayahnya meninggal dan dia tinggal sendirian bersama ibunya. Setelah menerima tindak kekerasan seksual pada tahun 2022 dan mengajukan laporan polisi, ESR mengaku sudah banyak warga asing yang mencoba.
“Mereka menawarkan sejumlah uang dan fasilitas dengan harapan bisa ada laporan polisi. Sekitar lima orang berbeda datang,” kata ESR. Korban dan ibunya hingga kini masih harus berangkat ke Kalimantan Timur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan beristirahat. Keduanya pun terpaksa memutus akses dengan mengganti nomor telepon.