Firaun Perempuan Hatshepsut Yang Paling Berkuasa Di Peradaban Mesir Kuno
Salah satu Firaun Mesir Kuno yang paling berkuasa adalah perempuan? Hatshepsut, firaun perempuan tersebut, memerintah sekitar 1473-58 sebelum Masehi (SM). Namun, keberadaan Hatshepsut baru diketahui ketika orientalis Jean Francois Champollion kebingungan karena hieroglif mencatat adanya Firaun perempuan, tetapi patung-patung terkait berupa laki-laki, seperti dikutip dari laman World History. Hieroglif tersebut ditemukan di bagian dalam kuil Hatshepsut di Deir el-Bahri. Sementara itu, catatan-catatan publik Kerajaan Mesir Kuno tentang perempuan ini umumnya sudah dihapus.
Firaun Perempuan Hatshepsut
Sejarawan Marc van de Mieroop mencatat bahwa Hatshepsut merupakan salah satu perempuan Mesir Kuno paling sukses dan kontroversial. Sebab, rezimnya merupakan salah satu yang paling meraih kejayaan, sementara perempuan dalam tradisi Mesir Kuno dinilai tidak seharusnya mendapat kekuasaan penuh sebagai seorang Firaun.
Hatshepsut mengangkat dirinya sendiri menjadi Firaun ketika menjabat sebagai pelaksana tugas pemimpin kerajaan. Padahal, kursi itu seharusnya diberikan kepada anak tirinya, Thutmose III. Semula, Hatshepsut lahir sebagai anak Thutmose I dan Great Wife Ahmose. Thutmose I juga menikah dengan Mutnofret, yang melahirkan Thutmose II.
Menjalani tradisi Mesir Kuno, Hatshepsut dinikahkan dengan Thutmose II sebelum usia 20 tahun. Ia juga diberi posisi setingkat di atas ratu, yaitu God’s Wife of Amun (Istri Dewa Amun) yang di tangannya punya kekuasaan lebih kuat lagi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan baru.
Saat Thutmose II meninggal, pemerintahan Mesir Kuno seharusnya digantikan Thutmose III, anak tiri Hatshepsut dari Isis dan Thutmose II. Karena anak tirinya masih kecil saat menjadi yatim, Hatshepsut menjadi pelaksana tugas pemimpin kerajaan. Namun, di tahun ke-7 bertugas, Hatshepsut mengubah peraturan dan menobatkan dirinya sendiri jadi firaun.
Firaun Perempuan, Patungnya seperti Laki-laki
Hatshepsut memberi dirinya gelar untuk perempuan, tetapi gambaran dirinya di berbagai patung tampak bentuk laki-laki. Sejarawan Marc van de Mieroop mencatat, Hatshepsut sebelumnya digambarkan sebagai perempuan di patung-patung dan tulisan kuno. Namun setelah naik takhta sebagai Firaun, ia tampil dengan pakaian laki-laki dan fisiknya digambarkan lebih mirip laki-laki.
“Ia juga digambarkan berdiri dengan postur laki-laki ketimbang perempuan. Sejumlah relief bahkan dipahat ulang untuk menampilkannya lebih mirip laki-laki,” jelas van de Mieroop. Sementara itu, patung Thutmose III digambarkan dengan ukuran lebih kecil, berdiri di belakang atau di bawahnya sebagai indikasi bahwa status sang putra lebih rendah. Kendati Thutmose III juga disebut Hatshepsut sebagai raja, tetapi kekuasaannya lebih kecil dari sang ibu.
“Sosoknya sebagai laki-laki tidak dimaksudkan untuk berpura-pura berjenis kelamin pria. Tulisan gelar di berbagai patungnya jelas-jelas menyatakan ia perempuan bagi orang Mesir, ‘She is First Among Noble Women’,” kata sejarawan Bob Brier dan Hoyt Hobbs. “Ketimbang mengelak dari keperempuanannya, dia memproklamirkan bahwa dirinya juga Firaun, meskipun pemerintahan biasanya dipimpin laki-laki,” imbuhnya.
Pemerintahan Hatshepsut
Rezim Firaun perempuan ini tercatat damai. Kebijakan luar negerinya berfokus pada perdagangan ketimbang perang, seperti dikutip dari laman Encyclopaedia Britannica. Hatshepsut juga berfokus pada program pendirian bangunan sebagaimana konstruksi dan restorasi merupakan tugas penting kerajaan. Salah satu hasilnya yaitu dewa Amun-Ra, komplek kuil Karnak, dan kuil Dayr al-Bahri yang kelak jadi monumen pemakaman ia sendiri.
Dihapus dari Sejarah
Penyebab kematian Hatshepsut tidak diketahui. Muminya sudah hilang dari sarkofagus ketika makamnya digali pada tahun 1920-an. Nama Hatshepsut dihapus dari monumen-monumennya setelah ia meninggal. Diperkirakan, penghapusan sejarah salah satu Firaun perempuan ini didorong anak tirinya, Thutmose III, yang gantian menduduki kekuasaan. Kelak, tulisan-tulisan kuno setelahnya tidak pernah lagi menyebut nama Hatshepsut. Bahkan, deretan kuil dan monumennya kerap diklaim sebagai karya firaun setelahnya.
Diabadikan di Tempat-tempat Terpencil
Diperkirakan, orang yang mendukung Hatshepsut kemudian menyembunyikan peninggalan bertuliskan namanya di tempat-tempat terpencil agar ditemukan di masa depan. Sebab, orang Mesir Kuno percaya bahwa menghapus nama seseorang dari sejarah akan menyulitkan perjalanannya di alam baka.
Alhasil, aksi pendukung Hatshepsut membuat kisah kejayaan dan rezimnya kini bisa ditemukan peneliti dan dikenal orang. Nama Hatshepsut juga diperkirakan tercatat di banyak proyek bangunan di masa pemerintahannya. Karena itu, peneliti menduga bahwa masih banyak nama Hatshepsut yang belum ditemukan di bangunan-bangunan peninggalan Mesir Kuno.