Cucu Dari Mantan Diktator Korsel Meminta Maaf Atas Pembantaian 1980
Cucu mantan diktator militer Korea Selatan (Korsel) Chun Doo-hwan meminta maaf atas pembantaian yang dilakukan pada 1980, sebuah langkah yang dipuji oleh para korban dan analis sebagai simbolis dan signifikan.
Dilansir kantor berita AFP, Jumat (31/3/2023), Chun Woo-won (27) menjadi anggota pertama dari keluarganya yang mengunjungi pemakaman Gwangju dan meminta maaf atas penumpasan aksi demo pro-demokrasi tahun 1980, yang menewaskan sedikitnya sekitar 200 orang, menurut perkiraan resmi.
Chun yang bermukim di New York, Amerika Serikat telah ramai diberitakan media di Korsel karena menuduh kerabatnya melakukan korupsi dalam streaming langsung Youtube dan Instagram-nya. Dalam satu siaran media sosial, dia mengaku telah menggunakan narkoba dan ditangkap saat mendarat di Seoul pada Selasa lalu, tetapi dibebaskan keesokan harinya.
Pada hari Jumat (31/3), Chun terlihat dalam rekaman televisi menghibur kerabat korban pembantaian. “Saya menyampaikan permintaan maaf yang tulus. Saya minta maaf,” katanya di Gwangju, terlihat sangat emosional. “Sebagai anggota keluarga, saya mengakui bahwa kakek saya Chun Doo-hwan adalah seorang pendosa dan pembantai yang melakukan kejahatan besar,” katanya dalam acara terpisah.
Tak lama setelah Chun Doo-hwan merebut kekuasaan dalam kudeta militer 1979, pasukannya menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan aksi protes di Gwangju. Sementara dia dihukum karena pengkhianatan atas insiden tersebut pada tahun 1996, hukumannya kemudian diringankan dengan pengampunan presiden, dan dia tidak pernah mengakui keterlibatannya, atau meminta maaf atas pembantaian tersebut.
Pada saat pembantaian tersebut, rezim militer Chun Doo-hwan mengklaim bahwa protes tersebut adalah pemberontakan yang dipimpin oleh pendukung pemimpin oposisi saat itu Kim Dae-jung dan “agitator” yang bersimpati kepada Korea Utara. Baru-baru ini pada tahun 2019, beberapa anggota parlemen sayap kanan mengklaim pemberontakan itu didukung oleh Pyongyang.